Blog Posts » Umum » Motif dan Dorongan Dasar Manusia
Motif dan Dorongan Dasar Manusia
MOTIF DAN DORONGAN DASAR MANUSIA
A. Pengertian Motif
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan. Misalnya, apabila seseorang merasa lapar, itu berarti kita membutuhkan atau menginginkan makanan. Motif menunjuk hubungan sistematik antara suatu respon dengan keadaan dorongan tertentu. Apabila dorongan dasar itu bersifat bawaan, maka motif itu hasil proses belajar.
B. Jenis-Jenis Motif pada manusia
? Gardner Murphy menggambarkan kebutuhan itu atas empat kategori, yang terdiri dari:
1. Kebutuhan dasar yang berkaitan bagian-bagian penting tubuh misalnya kebutuhan untuk makan, minum, udara, dan sejenisnya.
2. Kebutuhan akan kegiatan, meliputi kebutuhan untuk tetap bergerak
3. Kebutuhan sensorik yang meliputi kebutuhan untuk warna, suara, ritme, kebutuhan yang berorientasi terhadap lingkungan dan sejenisnya.
4. Kebutuhan untuk menolak sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti rasa sakit, ancaman, ketakutan, dan sejenisnya.
? Erich Fromm mengidentifikasi kebutuhan manusia itu berasal dari kondisi keadaannya, yang meliputi:
1. Keterhubungan versus narcissisme
2. Transenden-creativitas versus penghancuran
3. Kekeluargaan versus non kekelargaan
4. Rasa identitas-individualitas versus konformitas kelompok
5. Kebutuhan pengabdian rasional versus irrasional
? Motif Biogenetis (Motif Fisiologis)
Motif-motif yang berasal dari kebutuhan organism demi kelanjutan kehidupannya secara biologis. Motif ini bercorak universal dan kurang terikat pada lingkungan kebudayaan tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif ini adalah hasil asli dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.
Umumnya berakar pada keadaan jasmani, misal dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan seksual, dorongan untuk mendapatkan udara segar. Dorongan itu berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk hidup. Motif ini sering disebut juga sebagai motif dasar (basic motives) atau motif primer (primary motives), karena motif atau dorongan ini berkaitan erat dengan pertahanan eksistensi kehidupan.
Pada umunya motif ini timbul karena tidak adanya balans atau keseimbangan dalam tubuh. Mekanisme fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan ini dilengkapi dengan regulator atau motivated behavior. Misal udara dingin, keadaan ini mendorong manusia untuk mencari kehangatan, mencari selimut, atau benda-benda lain sebagai penghangat. Apabila orang merasa haus maka dia akan mencari minum untuk menyeimbangkannya.
Walaupun motif fisiologis merupakan motif alami, motif dasar, tetapi dalam manisfestasinya akan dipengaruhi pula oleh proses belajar. Misal apabila lapar, adanya dorongan atau motif untuk makan. Tetapi bagaimana cara makan dan apa yang akan dimakan sangat dipengaruhi oleh proses belajar, demikian yang lain-lainnya. Maka proses belajar merupakan hal yang penting dalam kaitannya dengan motif, juga dalam tujuan serta dalam kebutuhan-kebutuhan.
J Lapar
Lapar merupakan sinyal fisik yang menandakan perut harus segera diisi alias makan. Tapi ada beberapa orang yang selalu makan di saat perut sebenarnya tidak lapar. Bagaimana membedakan lapar fisik dan hasrat lapar?
Lapar fisik adalah fungsi biologis tubuh untuk makan dan mengganti energi yang hilang. Sedangkan hasrat lapar merupakan salah satu kebutuhan psikologis, yaitu keinginan makan disaat perut tidak merasa lapar.
Makan ketika perut tidak merasa lapar dapat menyebabkan seseorang makan berlebihan, makan tidak sehat dan akibatnya banyak masalah atau gangguan-gangguan kesehatan yang diperoleh. Lapar dbedakan menjadi 2, yaitu:
a. Lapar secara fisik
1. Secara fisiologis seseorang merasakan perut lapar dan tak bertenaga.
2. Keinginan makan tidak akan hilang walaupun Anda mencoba untuk menunggu.
3. Keinginan makin besar seiring berjalannya waktu.
4. Tidak ada kegiatan lain yang dapat menghilangkan lapar, selain makan.
b. Hasrat lapar atau keinginan psikologis
1. Secara fisiologis Anda tidak merasa lapar.
2. Keinginan makan akan menghilang jika mencoba untuk menunggu.
3. Keinginan tidak meningkat seiring waktu.
4. Melakukan hal yang lain dapat mengalihkan keinginan Anda untuk makan.
J Seks
Hasrat seksual atau yang umum juga disebut dengan libido bukanlah istilah asing bagi kebanyakan orang. Libido adalah istilah yang biasa digunakan oleh pendiri psikoanalis, Sigmund Freud, untuk menamakan hasrat atau dorongan seksual. Ia mengatakan bahwa dorongan ini dikarakteristikkan dengan bertumbuhnya secara bertahap sampai puncak intensitas, diikuti dengan penurunan tiba-tiba dari rangsangan (Alexander, 1949).
Tidak terdapat definisi yang dapat diterima secara universal mengenai hasrat seksual (sexual desire) . Seringkali definisi hasrat seksual dibingungkan dengan aspek lain dari seksualitas manusia. Pada kenyataannya, hasrat seksual dapat diasosiasikan dengan perilaku seksual (sexual behavior) tapi pada dasarnya hasrat seksual terpisah dengan perilaku seksual (DeLamater dan Morgan Sill, 2005).
Para teoritisi dan peneliti menggunakan dua kerangka dalam memandang hasrat seksual. Pertama, asumsi yang paling sering dipergunakan mengenai hasrat seksual adalah dorongan alami (innate motivational force) seperti, insting, kebutuhan, tujuan, harapan, atau keinginan. Kedua, menekankan pada aspek relasional dari hasrat seksual. Dalam hal ini konseptualisasi hasrat sebagai salah satu faktor dalam konteks yang lebih luas (DeLamater dan Morgan Sill, 2005),
Pada permulaan tahun 1886, Von Krafft-Ebing (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005) mendefinisikan hasrat seksual sebagai kekuatan ?hukum fisiologis- physiological law? yang muncul bersama aktifitas otak (cerebral) (mengunakan imajinasi) dan sensasi- sensasi fisikal yang menyenangkan serta berasosiasi dengan aktifitas cerebral. Sependapat dengan Krafft-Ebing, Freud (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005) menerima pendapat hasrat seksual sebagai fakta biologis, alami, dorongan motivasional (motivational force).
Kaplan (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005) juga sependapat dengan definisi hasrat seksual diatas. Menurut Kaplan, hasrat seksual adalah keinginan yang besar (appetite) atau dorongan yang memotivasi kita untuk berperilaku seksual. Ditambahkan oleh Kaplan, seperti dorongan lainnya, seperti lapar, hasrat seksual diatur oleh pencegahan terhadap rasa sakit dan mencari kepuasan dan hasrat seksual diproduksi oleh pengaktifan sistem neural yang spesifik di otak.
Peneliti lain memilih mendefinisikan hasrat seksual bukan sebagai dorongan biologis tetapi sebagai kognitif atau pengalaman emosional, seperti kerinduan (longing), dan harapan (wishing). (Everaerd, Schriner-Engel, Schiavi, White, & Ghizzani, dalam DeLamater dan Morgan Sill, 2005). Menurut Heider (dalam, DeLamater dan Morgan Sill, 2005), Hasrat adalah susunan motivasional yang muncul dari dalam (arises from within) dan di hadirkan kembali oleh harapan atau keinginan seseorang. Oleh karenanya, hasrat sangat subjektif, kondisi psikologis yang tidak membutuhkan refleksi dalam potensi tindakan maupun tindakan yang aktual.
Senada bahwa hasrat seksual sebagai pengalaman emosional, juga dikemukakan oleh Everaerd (dalam Graham, 2002) yang mengatakan hasrat seksual merupakan munculnya motivasi seksual dan proses ini secara umum tidak disadarai dan tanpa diinginkan oleh seseorang.
Harat seksual juga sering didefinisikan sebagai susunan motivasional yang dapat lebih luas dipahami sebagai ketertarikan terhadap objek seksual (semisal manusia) atau aktivitas, atau sebagai harapan, kebutuhan atau dorongan untuk mencari objek seksual atau upaya untuk melakukan aktivitas seksual (Regan dan Berscheid, dalam Regan dan Atkins, 2006).
Hasrat seksual juga diasumsikan terpisah dari fisiologis seksual atau peningkatan seksual organ genital seseorang (susunan dari pengaktifan refleks yang melibatkan organ seksual dan sistem saraf); Johnson, & Kolodny dalam Regan dan Atkins, 2006), peningkatan seksualitas subjektif (kesadaran subjektif mengenai peningkatan seksual fisiologis seksual atau peningkatan seksual organ genital; Green & Mosher, dalam Regan dan Atkins, 2006), aktivitas seksual (respon perilaku yang nampak; semisal mencium, petting, persetubuhan), dan perasaan seksual yang diasosiasikan dengan respon yang nampak; semisal, kepuasan, keintiman.
? Motif Sosiogenetis
Motif yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungannya. Motif ini tidak berkembang dengan sendirinya tetapi berdasarkan interaksi social dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang.
? Motif Teogenesis
Motif yang berasal dari interaksi manusia dengan Tuhan, seperti nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu.
C. TEORI MOTIF DASAR MANUSIA
1. Teori Drive ? Reinforcement
Teori ?drive? bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan.
Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
2. Drive Reduction Theory
Pada tahun 1943, Clark Hull mengemukakan yang menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang muncul mungkin bermacam-macam bentuknya (Budiningsih, 2005). Masih menurut Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan (drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi kebutuhan (need reduction response). Menurut teori Hull, dorongan (motivators of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama untuk membantu makhluk hidup mendapatkan respon yang sesuai (Wortman, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
http://dodidnurianto.blogspot.com
Sobur, Alex,Drs, M.Si. 2003. Psikologi Umum Dalam. CV. Pustaka Setia. Bandung.
http://duniapsikologi.blogdetik.com